Rabu, 26 Desember 2012

Repair Radio National Panasonic RF 4535B

Radio ini didapat dari seorang kolektor dengan kondisi band FM yang tidak menangkap siaran dan band AM yang sulit dicari titik center stasiun broadcasting. Repair radio National Panasonic RF 4535B dilaksanakan pada 6 Desember 2012, meliputi mengganti varco karena tidak sesuai (sebelumnya pernah diganti), pengaturan kembali frekuensi osilator dan  IF untuk AM maupun FM. Proses yang agak lama adalah identifikasi dan tuning trafo IF, osilator  dan kapasitor fadding. Setelah dua hari utak-atik, akhirnya kotak inipun bisa benyanyi kembali.


















Selasa, 25 Desember 2012

Varco

Varco 100 PF 5 kV




Varco 4x250 PF



Varco Hamarlund USA 250 PF



Varco kecil 100 PF & ex radio receiver


RFC 2,5 mH 100 mA, 200 mA, 300 mA, 500 mA,750 mA

2,5 mH, 100 mA


2,5 mH, 200 mA dan 300 mA

2,5 mH, 500 mA

2,5 mH, 750 mA

Senin, 24 Desember 2012

Red Telesonic Radio

Mendengarkan radio adalah satu-satunya hiburan  sampai dengan tahun 1978 saat saya sebelum masuk Sekolah Dasar (SD) dan satu-satunya peralatan elektronik yang kami miliki. Radio itu mereknya Telesonic warna bodinya  merah. Radio itu diletkakan di atas lemari pendek di ruang keluarga, antenanya diberi kawat tambahan diuntir-untir kemudian diikatkan diplafon rumah kami.  Saat itu belum ada listrik, jadi untuk penerangan malam hari menggunakan lampu minyak patromak, supaya Telesnonic merah dapat bersuara maka diberi sumber daya battray.

Waktu-waktu mendengarkan radio seingat saya pada pagi hari, siang hari, dan malam hari. Biasanya sebagai pendengar setia dan operator adalah Uwak (kakak bapak), kami memanggilnya WakNgah. Pagi subuh dan malam di band SW mendengarkan siaran berita luar negeri,   masih terngiang-ngiang ditelinga adalah radio Australia berbahasa Indonesia dengan suara pembukaan siaran seperti  suara burung bersahutan. WakNgah mengerti bahasa Belanda, Inggris dan Jepang, jadi siaran-siaran berbahasa  tersebut didengarkannya juga. Kalau siang mendengarkan sandiwara radio butir-butir pasir di laut di Radio Republik Indonesia (RRI) yang episodenya banyak sekali.


Sekarang, disaat saya gemar mengoleksi radio transistor, timbul rasa kangen dengan radio transistor Telesonic merah   dan ingin memiliki kembali. Setiap hari kalau ada kesempatan browsing di internet kalau ada kolektor radio transistor yang ingin menjualnya, kalaupun ada sudah terjual. Pada saat saya kuliah S1 di Yogyakarta memang sudah mendapatkannya tapi warnanya biru,  radio transistor Telesonic  warna merah yang saya inginkan. Saat ini  saya sedang studi di Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta tempat  yang tepat untuk mencari radio.  Kenapa saya ngotot ingin memilikinya kembali? Karena pada saat saya belajar membuat pemancar AM saat kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) radio tersebut komponen-komponenya saya donorkan, sedangkan bodinya dibuang.

Minggu, 23 Desember 2012

Radio National Panasonic RF 4535B






Radio National Panasonic RF-4535B ini didapat dari Kota Gede Yogyakarta November 2012 dalam keadaan tidak normal, sulit mencari gelombangnya untuk band MW maupun SW dan FM tidak menerima siaran. Setelah diperbaiki dengan mengganti varco dan mengatur kembali frekuensi osilator dan IF kembali normal. Saya gunakan sehari-hari  mendengarkan siaran FM  dan siaran gelombang pendek di Yogyakarta.

Sabtu, 22 Desember 2012

Pemancar Tabung AM 80 Meter Pertama

Tidak puas dengan kemampuan pemancar transistor AM 80 meter dengan final D313, saat kelas dua STM tahun 1990 saya mencoba merakit pemancar tabung. Sampai saat itu pemancar tabung masih mendominasi di Tanjung Karang,  sehingga pemancar transistor merasa tersingkirkan. Berbekal sebuah buku panduan yang terdapat skema pemancar tabung, tabung EL84 untuk osilator, 6L6 untuk final dapat dikasih teman serta sebuah radio tabung merek Mende buatan Jerman yang masih hidup didonorkan (sekarang menyesal), pemancar siap dirakit.

Perakitan dilaksanakan di rumah teman breaker senior panggilannya Aci sekaligus bertindak sebagai instruktur bersama Andri teman breaker senior  juga. Perakitan  dilaksanakan pada pagi hari selama beberapa hari mengingat siang hari saya harus sekolah, tapi kadang-kadang juga bolos. Pengerjaan chasis yang memakan waktu agak lama, karena harus membor, mengikir dan mengamplas. Setelah komponen-komponen utama dipasang seperti soket tabung, varco besi dan trafo, dilanjutkan dengan pemasangan dan penyambungan komponen elektronika lainya. Pada pemancar tabung tidak menggunakan PCB jadi dihubungkan dari kaki ke kaki komponen menggunakan terminal strip. Setelah beberapa hari pemancar tabung pertama saya selesai dan siap mengudara, desain rangkaian hanya dua tingkat  tanpa sistem penguat audio linear tabung. Jadi dari output audio amplifier langsung dihubungkan ke trafo madulasi tanpa penguatan, saat itu amplifier audio sistem OCL baru muncul.

Tiba saatnya untuk testing, dini hari setelah selesai siaran TV langsung saya coba untuk memanggil breaker dari pulau jawa, senangnya bukan main saat lawan bicara me-report bagus 59. Inilah pertama kali saya bisa berkomunikasi dengan breaker pulau jawa yang sebelumnya belum pernah menggunakan pemancar D313.

Pemancar Transistor AM 80 Meter Yang Telah "Teruji"

Setelah membandingkan dengan rangkaian-rangkaian pemancar AM 80 meter yang ada, serta sedikit pengetahuan elektronik, akhirnya didapat desain rangkaian yang fix. Rangkain ini pertama kali diterapkan untuk pemancar Lia/Ismed (radio memory cinta), selanjutnya Imek, Mirza, Nurharis, Suratijo, Abang Ade dan Roni  Tanjung Karang Bandar Lampung. Jika menggunakan feeder coaxial digunakan varco logam rapat pada rangkaian penyesuai  impedansi  outputnya.






Untuk pemancar Abang Ade dan Roni menggunakan feeder TV, menggunakan varco logam renggang pada penyesuai imedansi outputnya.


Beberapa pemancar transistor AM 80 meter dengan desain rangkaian pemancar AM 80 meter yang sama pada pada Saburai Ham Fest, terselip sebuah pemancar tabung 2x6146 saya yang telah direstorasi dan tranceiver SSB rakitan Jeffry, tunggu postingan selanjutnya.


Jumat, 21 Desember 2012

Radio PHILIPS 16 RL 486


Didapat di pasar Bringharjo Yogyakarta Desember 2012, kondisi berfungsi baik. Sampai dengan postingan ini saya belum mendapatkan referensi radio philips 16 RL 486, Beberapa kali search di google hanya di http://www.radiomuseum.org  mendapatkan radio yang mirip Philips TURKEY  33-RL-481 diproduksi oleh negara Turki tahun 1969. Ada yang mengetahui? silahkan komentar terimakasih.

Radio PHILIPS L4X


Didapat di Purwokerto Desember 2012, keadaan masih dalam perbaikan. Radio ini belum diketahui modelnya karena sudah terlepas mengingat label model biasanya hanya kertas, orang mengenalnya dengan radio Philips Eindhoven. Saya mendapatkan  yang mirip di http://www.radiomuseum.org dengan tipe L4X00T produksi Eindhoven Netherlands tahun 1960/1961.

 source john's radio Web


Radio TOSHIBA RL-580RF


Didapat di pasar Klitikan Yogyakarta pertengahan November 2012, keadaan berfungsi baik. Sebenarnya tidak sengaja membeli radio Toshiba ini, mulanya hanya ingin mengetahui pasar Klitikan Yogyakarta. Cerita dari teman bahwa pasar ini adalah pasar loak yang dulu berada di jalan Mangkubumi. Di salah satu kios saya melihat radio Toshiba RL-580 RF  kondisinya bagus sekali dengan warna yang cool dibalut dengan kulit. Perkiraan saya radio Toshiba ini  diproduksi sekitar tahun 70-an, setelah tawar menawar sejenak kemudian pembayaran selesai, radio siap dibawa pulang.

Senin, 17 Desember 2012

Menghidupkan Kembali AM 80 M Band (bagian 2)

Di saat akan menghadapi UAS di Pasca Sarjana UGM saya mencoba untuk menulis bagian akhir cerita menghidupkan kembali AM 80 M Band di Bandar Lampung. Masih ingat Iman sahabat saya? untuk menyambung silahturahmi, saya bertandang ke kediamannya. Kediaman beliau sudah pindah ke Branti Kabupaten Lampung Selatan, lumayan jauh dari kota Bandar Lampung. Kami bernostalgia kembali cerita ngalor ngidul tentang pengebrikan di "cepe" meter. Saya mencoba menghubung-hubungkan kejadian-kejadian agar memory  kembali mengingatnya. Saya mengingat kembali masih menyimpan beberapa foto kegiatan seperti pawai 17 agustus dan Lomba Lintas Alam   Bukit Barisan (LABB) III. Banyak teman-teman yang sulit diingat kembali, mengingat pada era itu "breaker" cepe meter Tanjung Karang Teluk Betung (sekarang Bandar Lampung) banyak jumlahnya.

Sahabat saya Imam menceritakan pada suatu malam ada breaker baru muncul dari Bandar Lampung namanya Imek dan beliau titip salam buat saya sekaligus memberikan nomor teleponnya. Sayapun mencoba mengingatnya, siapa dia? kok kenal saya, padahal saya tidak mengenalnya. Memory saya tidak mampu mengingatnya kembali, kelak akan saya telepon dan buat janji untuk pertemuan. Sudah lelah banyak cerita kami memutuskan untuk mengunjungi senior kami Pak Nawawi yang kebetulan hanya berjarak 10 km dari kediaman Imam. Sesampainya di kediaman Pak Nawawi, sayapun kaget melihat keadaan pisik yang gemuk seperti boss dan ekonomi yang sangat berubah,  saya tidak sadar bahwa lebih dari 20 tahun kami tidak bertemu. Kembali bernostalgia dan melihat-lihat perangkat ngebrik Pak Nawawi, sayapun mulai tergerak untuk kembali ngebrik.  Setelah sholat magrib kamipun pamitan dengan perasaan ingin cepat-cepat bergelut dengan komponen elektronika, mencium bau timah solder dan berburu komponen lawas di loakan dan merealisaikan pemancar.

Hari-hari berlalu saya berkesempatan menelpon rekan saya Imek yang terlupakan, setelah mendapat alamat langsung meluncur ke sana. Sampai di rumahnya, saya masih belum juga mengingatnya, sambil mengobrol saya coba lagi untuk menghubung-hubungkan kegiatan masa lalu, satu kata kunci muncul nama breaker juga Jahidin, oh ya saya baru ingat. Saya beberapa kali kerumah Imek dengan Jahidin menggunakan motor L2 super miliknya.


Tidak afdol kalau berkunjung ke rumah breaker tanpa melihat pemancarnya, betapa kagetnya saya, masih menggunakan pemancar transistor era 80-an dengan final D313. Sampai sejauh mana ngebriknya dengan kondisi banyak gangguan saat ini, akhirnya saya bersedia untuk mengoprek pemancar imek. Skenario pertama menaikan daya pancar dan memodifikasi osilator agar kokoh, skenario kedua membuat pemancar baru dengan final low cost MOSFET, kami pilih keduanya agar dari Bandar Lampung ada wakilnya. Pemancar lama Imek telah telah mengudara sampai pulau kalimantan bahkan Bali, dia satu-satunya breaker AM dari Bandar Lampung. Sambil merakit pemancar baru Imek, saya terus menghubungkan teman-teman untuk ngebrik kembali, walaupun resikonya saya harus membuatkan pemancar. Walaupun hanya satu orang breaker dari Bandar Lampung tetapi sudah cukup untuk menghidupkan kembali AM 80 M Band, yeaaaah AM never die.

Minggu, 16 Desember 2012

Menghidupkan Kembali AM 80 M Band (bagian 1)

Sekitar tiga tahun lalu saya kedatangan sahabat lama sewaktu sekolah di STM 2 Mei Tanjung Karang (Bandar Lampung) namanya Imam. Imam bercerita bahwa masih aktif komunikasi di udara (ngbrik) di jalur 80 meter masih menggunakan pemancar (transmitter/TX) tabung saya hibahkan, hanya final-nya telah diganti dengan 2x6146. Senangnya bernostalgia, dia juga mengatakan Pak Nawawi juga aktif kembali menggunakan TX transistor jenis MOSFET pada final-nya. Singkat cerita, sahabat saya ini ingin mengajak saya untuk meramaikan kembali, tetapi karena lahan yang tidak cukup untuk membentangkan antena sayapun masih ber pikir panjang.

Ngbrik di jalur 80 meter merupakan hobi yang mengasyikan, TX buatan sendiri dan untuk mendengarkan menggunakan radio rumahan seperti national, cawang, dll. Dibutuhkan pengalaman untuk untuk menyerobitkan untuk menyamakan frekuensi lawan bicara. Suara radio seperti cuitan, gemerotokan, desis, dll menjadi nada yang indah didengarkan. Pengebrikan mulai menurun semenjak TPI mengudara pada siang hari menumpang pada TVRI, karena ngbrik hanya bisa dilakukan pada dini hari setelah siaran TV selesai. Lho kok tergantung siaran TV? ya karena kalau kita ngbrik mengganggu siaran TV, maklum saat itu kualitas TX masih rendah dan masih menggunakan antena long wire sehingga sulit mengendalikan kelipatan frekuensinya. Satu lagi yang membuat geleng kepala kalau mengingatnya, yang digunakan untuk ngbrik fekuensinya adalah 3 MHz atau 100 meter, yang dikenal dengan istilah cepe meter.
Pada tahun 1993 setelah berhenti kerja sebagian uang gaji terakhir saya belanjakan TX tabung eks teman yang sudah berhenti ngbrik.  TX tersebut direstorasi dengan final 2x12GB7, sistem sudah lebih baik dan menggunakan antena dua kutub dengan penyalur coaxial, sehinggan tidak mengganggu siaran TV, saya gunakan hanya setahun di jalur 80 meter. Tahun 1994 saya berekperimen TX FM dan mencoba ngbrik sampai TH 1995. Akhir TH 1995 saya berangkat ke Yogyakarta untuk kuliah, selesai TH 2001. Setelah selesai kuliah  sempat mebuat TX dengan final sebuah tabung 807, saya gunakan hanya setahun karena akan menikah. Setelah menikah TX tersebut saya hibahkan ke sahabat saya Imam sedangkan TX 2x12GB7 saya simpan baik-baik.